LENSAINDONESIA.COM: Jumlah pemilih muda dalam Pemilu 2014 mencapai 64 juta atau sekitar 34 persen dari total jumlah pemilih keseluruhan. Dalam perkembangannya, kaum muda pun turut serta dalam kegiatan politik dengan mencalonkan diri sebagai calon legislatif maupun maju dalam pemilihan kepala daerah, baik tingkat Kota atau Kabupaten, maupun tingkat Provinsi.
Hal ini semakin menegaskan pentingnya peran kaum muda dalam percaturan politik bangsa. Melihat hal demikian, pengamat politik dari Universitas Indonesia Agung Suprio pun membagi siklus para politisi muda kontemporer menjadi dua. Pertama, gelombang antara tahun 2011-2012.
Baca juga: Kaum muda bukan sekedar jadi objek pemilu dan Robby: Tawarkan solusi permasalahan lingkungan dengan bank sampah
“Gelombang pertama itu adalah gelombang politisi muda korupsi. Kebanyakan personilnya adalah caleg. Seperti, M. Nazaruddin, Angeline Sondakh, dan Anas Urbaningrum. Polanya ‘kerja sama hitam’ antara sebagian caleg muda dengan eksekutif dan pengusaha,” kata Agung dalam diskusi yang bertema “Yang Muda Yang Berpolitik”, di Gerindra Media Center, Jakarta, Rabu (26/02/14).
Selanjutnya gelombang kedua, lanjut Agung, adalah tahun 2012-2013. Gelombang ini adalah gelombang kebangkitan politisi muda yang bersih. Dimana para personilnya ada para pemimpin daerah, seperti Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama, Ridwan Kamil, dan Tri Rismaharini.
“Ciri mereka adalah berani hidup sederhana dan mereformasi birokrasi,” ujarnya.
Agung menjelaskan, gelombang ketiga akan dimulai pada tahun 2014, yakni ketika terpilihnya para politisi muda ke Senayan. Namun begitu, apakah gelombang ketiga ini akan mengikuti pola gelombang pertama atau kedua. Hal itu kata dia akan sangat tergantung dari keberanian politisi muda untuk hidup sederhana.
“Pengetahuan antikorupsi, pengawasan internal dari partai, dan bersikap transparan dalam membuat anggaran bersama eksekutif,” imbuhnya.
Sementara itu, caleg muda dari Partai Gerindra Aryo Djojohadikusumo mengatakan bahwa dirinya memutuskan untuk terjun ke dunia politik karena ingin melakukan perubahan secara nyata. Dia menjelaskan, sejak tahun 2005 dirinya aktif dalam kegiatan sosial melalui Yayasan Arsari, namun dia sadar bahwa bantuan yang dapat diberikan jumlahnya terbatas.
“Untuk itu saya harus menjadi bagian dari pemerintahan. Saya memutuskan untuk menjadi caleg,” jelas Aryo. @kiki_budi_hartawan.
0 comments:
Post a Comment