LENSAINDONESIA.COM: Pemeriksaan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto diwarnai dengan intimidasi dari pihak kepolisian.
BW menjalani pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal Polri mulai pukul 12.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB, atau sebelas jam pemeriksaan.
Baca juga: Diperiksa Bareskrim, Bambang Widjojanto pamitan di KPK dan Lapor Komnasham, Pengacara Polri sebut Bambang Widjojanto memalukan
Tak dinyana, ada sejumlah intimidasi yang ia terima selama pemeriksaan.”Bayangkan dalam pemeriksaan tiba-tiba ada provos di dalam. Kapasitas apa tiba-tiba provos menjaga pemeriksaan? Saya tidak pernah melihat (selama menangani kasus) provos di dalam. Ini yang kami tadi protes,” kata Bambang di gedung KPK Jakarta, Rabu dini hari.
Ia juga memprotes pertanyaan yang diajukan pun memprotes pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengerucut pada pekerjaannya sebagai advokat saat kasus itu terjadi. Padahal berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, ia tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien.
“Kemudian saya bilang, Kami akan tetap bertahan demi klien saya, demi mandat pekerjaan saya sebagai advokat. Saya mengatakan itu untuk mempertanggung jawabkan panggilan kepercayaan dari klien saya,” ungkap Bambang.
Ia mengajukan UU Advokat pasal 16 dan 19. Pasal 16 dalam UU tersebut menurut Bambang menyatakan profesi advokat tidak bisa dituntut ketika dia menjalankan pekerjaanya di bidang perdata maupun di pidana dan pasal 19 mengatakan bukannya tidak dapat dituntut, tapi dilindungi dalam hubungannya dengan klien.
Bambang saat perkara di MK tersebut terjadi adalah pengacara pasangan Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto, lawan dari anggota DPR periode 2009-2014 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sugianto Sabran yang melaporkan Bambang ke Bareskrim.
Selain itu, timnya tidak mendapatkan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). “Kami juga sudah mengatakan kami tahu kenapa (BAP) tidak itu diberikan. Kami tahu persis,” jelas Bambang.
Bambang dalam kasus ini disangka berdasar Pasal 242 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP.
Kuasa hukum BW Saor Siagian menyesalkan langkah Kasubdit IV Bareskrim Polri Kombes (Pol) Daniel Tifaona sebelum pemeriksaan. Saat itu, para kuasa hukum Bambang dibatasi masuk ke ruangan penyidikan. Bahkan, kata Saor, Daniel memerintahkan petugas Provost untuk mengeluarkan mereka.
“Bahkan yang saya sangat menyesalkan kepada saudara Daniel, ia berani mengatakan bahwa ‘ini rumah saya dan memerintahkan provost untuk mengeluarkan’. Saya bilang, ‘demi hukum lebih baik saya ditembak atau mungkin ditangkap karena saya menghargai surat kuasa dari klien saya’,” kata Saor.
Abdul Fickar menjelaskan, tim kuasa hukum sempat bersitegang dengan petugas Provost karena tidak diizinkan masuk ruang penyidikan mendampingi Bambang. Dari 12 orang, hanya dua orang yang mendampingi.
Penyidik menanyakan sekitar 140 pertanyaan, yang terdiri dari 14 pertanyaan pokok. Tiap pertanyaan itu terdiri dari 10 turunan pertanyaan.
Bambang ditangkap tim Bareskrim Mabes Polri setelah mengantar anaknya ke sekolah di Depok pada Jumat pagi, 23 Januari 2015. Bambang langsung disangka melakukan tindak pidana mengarahkan saksi memberi keterangan palsu dalam sengketa Pemilukada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010 lalu. Pembebasan Bambang saat pemeriksaan pertama tersebut cukup alot.
Penangkapan Bambang ini sepuluh hari setelah KPK mengumumkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Bareskrim sendiri tidak menahan BW usai diperiksa.@sita
0 comments:
Post a Comment