LENSAINDONESIA.COM: Peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) yang dimulai 19-24 April 205 di Jakarta dan Bandung memiliki sejumlah agenda. Namun, aktivis AIDS dari AIDS Wacth menyayangkan masalah AIDS luput dari perhatian.
Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di kawasan Asia dan Afrika mencapai 29.500.000 atau 84,29 persen dari kasus global yaitu 35.000.000. Infeksi HIV baru di kawasan Asia Afrika diperkirakan antara 1.564.000 – 2.151.000 setiap tahun.
Baca juga: Peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika resmi dibuka dan Konferensi Asia-Afrika akan dihadiri 32 kepala negara
“Angka-angka inikan sangat nyata, tapi banyak pemimipin di Asia dan Afrika menutup mata karena mereka memakai pijakan moral dalam memandang HIV/AIDS sebagai fakta medis,” ujar Syaiful, Minggu (19/4/2015).
Banyak negara di Asia dan Afrika selalu mengatakan sebagai negara timur yang berbudaya dan beragama sehingga mereka pun menampik HIV/AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat terhadap negaranya.
Seperti Indonesia di awal-awal epidemi di tahun 1980-an selalu mengatakan bahwa AIDS tidak akan masuk ke Indonesia karena masyarakat Indonesia berbudaya timur dan beragama. Faktanya, tanggal 31 Desember 2014 sudah dilaporkan 225.928 kasus HIV/AIDS yang terdiri atas 160.138 HIV dan 65.790 AIDS dengan 11.801 kematian.
Beberapa negara bisa menjalankan program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa. Thailand, misalnya, melalui program “wajib kondom 100 persen” negara itu berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru. “Nah, pengalaman Thailand ini ‘kan bisa menjadi bagian dari perbincangan di peringatan KAA,” kata Syaiful.
Karena pengidap HIV/AIDS harus meminum obat antiretroviral (ARV) sepanjang hidupnya, maka itu artinya memerlukan kesinambungan dalam memperoleh obat. Menurut Syaiful, aspek ini juga bisa menjadi bagian dari pembicaraan multilateral.
Misalnya merancang pabrik obat ARV agar harganya murah sehingga tidak menjadi beban bagi pengidap HIV/AIDS karena banyak pengidap HIV/AIDS di Asia dan Afrika hidup di negara miskin.
Ganjalan terbesar dalam penanggulangan HIV/AIDS di kawasan Asia dan Afrika adalah banyak negara yang mengait-ngaitkan HIV/AIDS dengan norma, moral dan agama sehingga negara-negara tsb. tidak menjalankan program pencegahan yang realistis.
“Ini yang perlu ‘diperangi’ dan bisa menjadi bagian dari pembicaraan pada konferensi,” kata Syaiful.
Muara dari pengaitan norma, moral dan agama kepada HIV/AIDS adalah penolakan besar-besaran terhadap kondom karena dikesankan sosialisasi kondom akan melegalkan perzinaan dan pelacuran. “Padahal, tanpa ada kondom pun zina dan pelacuran terus berlangsung,” kata Syaiful.
Dengan jumlah kasus HIV/AIDS yang besar di Asia dan Afrika tentulah kelak akan menjadi beban karena akan banyak anak yang lahir dengan HIV/AIDS. “Ini titik lemah yang akan membuat Asia Afrika terpuruk di tengah persaingan global,” ujar Syaiful mengingatkan. @sita
0 comments:
Post a Comment