LENSAINDONESIA.COM: Polda Jatim menghentikan penyidikan kasus pelaporan Ketua Puskopkar (Pusat Koperasi Karyawan) Jatim Drs Ec Tri Harsono (pelapor) terhadap terlapor Renny Susetyowardhani atas dugaan pemalsuan akta notaris (pemalsuan surat), penyerobotan tanah dan memberikan keterangan palsu.
Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tersebut dikeluarkan Direskrimum Polda Jatim pada 7 April 2015. Pihak penyidik menganggap, kasus sengketa tanah yang melibatkan Reny selaku penjual tanah aset induk organisasi koperasi, Puskopkar Jatim seluas 24 hektare di Pranti, Juanda, Jawa Timur terhadap bos tanah Henry Gunawan (owner PT Gala Bumi Perkasa), bukan merupakan tindak pidana.
Baca juga: Polda Jatim mulai bongkar akta palsu tanah Puskopkar jaminan BTN 24 M dan Lindungi aset dari "begal' mafia tanah, Puskopkar blokir tanah 24 ha
Laporan hasil gelar perkara dengan nomor LPB/1169/X2014/UM/JTM, tanggal 2 Oktober 2014, pada Jumat 27 Maret 2015 tersebut menyebutkan bahwa terlapor Reny tidak bisa dipidanakan dalam pasal 385, 263, dan 266 KUHP.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Awi Setiyono, Jumat (10/4/2015) melalui pesan singkat kepada Lensa Indonesia menyebut, kasus pelaporan Puskopar Jatim dan Reny Susetyowardhani tidak memenuhi cukup bukti. Sehingga, pihak penyidik memutuskan untuk SP3.
“Proses penyidikannya dihentikan karena tidak cukup bukti. Untuk menjerat terlapor dengan pasal 385 tidak memenuhi unsur-unsurnya,” teraang Awi.
Awi menambahkan, hal-hal yang membuat penyidik menghentikan proses penyidikan karena tanah seluas 24 hektar tersebut belum ada kepemilikannya. “Sebab tanah yang dipersengketakan masih belum diketahui kepemilikannya,” sebutnya.
Tidak hanya itu, Awi menambahkan, aset 2,9 juta karyawan dan anggota Puskopkar yang menjadi jaminan kredit Bank BTN senilai Rp 24 miliar dan telah diserobot Henry Gunawan, saat ini masih dalam gugatan perdata. Alasan ini yang membuat Polda Jatim tidak melanjutkan perkara tersebut.
“Dalam pasal 263 dan 266 tidak ditemukan alat bukti yang mendukung untuk menjerat Reny (obyek masih dalam gugatan perdata/vide perma no 1 tahun 1956),” demikian Awi.
Menanggapi hal itu, Ketua Puskopkar Jatim Tri Harsono tidak habis pikir. Ia mempertanyakan Polda Jatim yang selalu mengungkit perkara perdata. Padahal, kasus yang dia laporkan adalah tidak pidana dan tidak ada kaitan dengan perdata.
Menurutnya, Polda Jatim terkesan tidak serius mengusut kasus tanah milik Puskopkar. Proses penyidikan terhadap ‘begal tanah’ dihentikan. Alasannya, tanah yang dipersengketakan masih belum diketahui kepemilikannya.
“Semua penyidik selalu menyinggung laporan perdata, namun sudah ditegaskan kuasa hukum kami bahwa hal tersebut tidak ada kaitannya, dan yang kami laporkan adalah pidana,” papar Tri di kantor Puskopkar Jatim, Jumat (10/04/2015).
Menurut Tri, akte notaris untuk Reny tidak terdaftar dijadikan dasar hukum atas tanah tersebut, dan itu adalah pidana. Apalagi, akte itu dijadikan dasar menyatakan kepada publik dan pejabat pembuat akte. Artinya telah melakukan penipuan terhadap pejabat yang membuatkan peta bidang.
Tri menyesalkan sikap Polda Jatim yang memang sejak awal tidak serius menangani kasus penyerobotan tanah milik rakyat tersebut. “Semua data sudah kami lampirkan untuk jalannya penyidikan. Kami juga telah menjelaskan secara terperinci bukti kepemilikan tanah tersebut, hingga bukti yang dijaminkan ke BTN. Bahkan hingga saat ini masih ada sisa Kredit dan Puskopkar yang membayar,” ucapnya.
Pernyataan Polda Jatim yang menyebut tanah seluas 24 hektar tersebut masih “dipersengketakan karena belum diketahui kepemilikannya”, sama saja pihak Polda melakukan pembiaran tindak kriminal yang dilakukan para begal tanah.
Logikanya, jika memang tanah tersebut berstatusquo (tanpa kepemilikan), lalu mengapa sekarang pihak PT Gala Bumi Perkasa bisa leluasa melakukan aktivitas pengurukan di lokasi sengeketa. Sebagian tanah bahkan sudah jadi pergudangan dan siap dipasarkan.
PT Gala Bumi yang juga terlibat sengketa proyek Pasar Turi Baru itu juga mengumumkan kepada publik lewat iklan berwarna satu halaman penuh dan advetorial setengah halaman di harian Jawa Pos, isinya menawarkan kepada publik yang minat menjadi custummer di area itu yang dijadikan pusat pergudangan dan industri modern. Padahal, pembangunan proyek ini dilakukan tanpa mengantongi perijinan, termasuk IMB dari Pemkab Sidoarjo.
Bermodal dokumen diduga kuat abal-abal itu, Reny menjual aset tanah Puskopkar yang terletak di Pranti, Sedati, Sidoarjo tersebut kepada Henry Gunawan Direktur PT Gala Bumi Perkasa senilai Rp 15 miliar. Uang muka Rp 3 miliar.
Di saat Puskopkar sibuk mempersoalkan penyerobotan asetnya itu, PT Gala Bumi Perkasa menggugat Reny dengan dalih Reny sebagai penjual telah ingkar janji tidak segera menyerahkan dokumen secara lengkap atas tanah tersebut kepada PT Gala Bumi Perkasa.
Skenario gugat menggugat antara PT Gala Bumi Perkasa terhadap Reny pun berlangsung sampai di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA). Akhirnya, putusan kasasi memenangkan (inkrach) Henry sebagai pembeli sah atas tanah itu.
Nah, berbekal putusan inkrach MA tersebut, PT Gala Bumi Perkasa langsung menguasai tanah tersebut. Adapun pernyataan Polda bahwa “tanah masih dipersengketakan karena belum diketahui kepemilikannya” menunjukkan betapa lemahnya penyidik Polda Jatim mengusut kasus Puskopkar. Padahal semua bukti sudah dibeber, tapi penyidik Polda malah mengesampingkan bukti-bukti yang ada. Bahwa “tanah masih dipersengketakan karena belum diketahui kepemilikannya” itu, kini telah dikuasai Henry Gunawan dengan PT Gala Bumi Perkasa. Polda Jatim bukan saja ‘memenangkan’ begal tanah, tapi uang negara BTN senilai Rp 24 miliar terancam hilang.
“Apakah pihak Polda tidak melihat itu. Kami sudah beberkan semua bukti bahwa kami yang membayar jaminan tanah ke BTN senilai Rp 24 miliar. Sementara yang dilakukan Reny dan Henry, justru dengan keji merampas tanah tersebut. Kami yang membeli, kemudian tanah ini dikuasai mereka begitu saja. Ini kan sama saja dengan kedzaliman,” tutur Tri.
Menurut Tri, pihaknya telah didzalimi oleh orang-orang yang paham hukum. “Di sini kami kembali dipertontonkan sebuah kedzhaliman yang ‘maha tinggi’. Mereka paham hukum dan termasuk orang-orang beragama, tapi justru membela orang bersalah,” tegas Tri.
Kendati demikian, Puskopkar tidak akan berhenti memperjuangkan aset 2,9 juta karyawan dan anggotanya yang telah dirampas begal tanah. “Kami akan terus berjuang. Sebab, tanah itu milik rakyat dan harus tetap diperjuangkan. Kami tidak akan membiarkan satu jengkal pun tanah itu dikuasai begal,” pungkasnya.
Sementara itu anggota Komisi A DPRD Jatim asal Fraksi PDIP, Bambang DH menilai penghentian penyidikan (SP3) kasus sengketa tanah Puskopkar Jatim merupakan upaya pelemahan terhadap hukum di Indonesia.
Kata Bambang, kasus Puskopkar bisa menjadi pelajaran bagi semua bahwa hukum tidak bisa dipermainkan. Mereka yang melapor seharusnya berhak mendapat kepastian hukum. Itu gunanya Polri.
“Kami dari Komisi A mendukung dan mendorong bagi siapapun agar berjuang untuk mendapat kepastian hukum, pengayoman dan perlindungan. Karena itu fungsi negara. Melindungi yang benar dan menghukum yang salah, bukan sebaliknya,” tegas mantan Walikota Surabaya ini.
Bambang mengakui, di negara ini masih banyak pihak yang bermain-main dengan hukum. Puskopkar Jatim selama ini menjadi yang terdzalimi di mata hukum. “Yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan, tapi jangat takut, lawan terus agar bisa mendapat keadilan,” kata Bambang.
Karena itu Bambang menyarankan pihak Puskopkar untuk meminta dukungan ke Pemprov Jatim. Pasalnya, tanah itu milik rakyat, aset orang banyak, sehingga perlu mendapat dukungan dari banyak pihak terutama pemerintah.
Bambang juga menyebut, saat ini Komisi A sedang menggodok perda tentang bantuan hukum bagi warga miskin. “Mudah-mudahanan perda ini akan digedok dalam waktu dekat dan bisa dipakai sebagai pijakan. Perda ini tak hanya untuk perorangan, tapi juga bisa untuk instansi seperti Puskopkar,” pungkasnya.@rofik/sarifa
0 comments:
Post a Comment