LENSAINDONESIA.COM: Kinerja Presiden Joko Widodo dalam kesejahteraan buruh dan tani, dinilai masuk kategori nasakom atau nasib satu koma alias tak memenuhi standar. Padahal, kelompok ini merupakan kelompok kelas terbesar di Indonesia.
Hal ini tergambar dengan daya beli buruh tani yang turun akibat inflasi di perdesaan yang tinggi akibat kenaikan harga BBM, LPG 3 KG dan harga beras. Serta barang-barang komsumsi yang dihasilkan dari impor akibat ambrolnya nilai kurs rupiah terhadap US Dollar.
Baca juga: Jokowi masuk dalam 100 orang berpengaruh di dunia 2015 versi TIME dan Presiden Jokowi jadi warga kehormatan pasukan khusus TNI
Sekalipun gaji atau pendapatan buruh dan tani mengalami kenaikan secara angka tetapi secara riil upah kelompok masyarakat itu turun. Penurunan upah buruh tani Maret, secara nominal naik 0,26% dari bulan sebelumnya menjadi Rp46.180 per hari. Namun secara riil, upah turun 0,21% menjadi Rp38.522 per hari.
“Jadi bisa disimpulkan bahwa semester pertama pemerintahan Jokowi telah berhasil menurunkan tingkat kesejahteraan buruh dan tani dan menaikan angka kemiskinan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah,” kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Arief Poyuono, Jumat (17/4/2015).
Hal ini disebabkan dana APBN yang dialokasikan untuk subsidi BBM, dialihkan ke dalam Penyertaan Modal Negara BUMN. Selain itu, juga dalam Rencana Pembangunan Infrastruktur yang dinilai Arief tidak jelas.
Kenaikan harga bahan pokok di perdesaan sebagai akibat beban biaya transportasi, telah menyebabkan meningkatnya inflasi perdesaan sebesar 0.48 persen. Ini berakibat cost of living di perdesaan menjadi mahal dan bisa memicu pengangguran.
“Tutupnya UKM di perdesaan bisa berdampak pada urbanisasi besar-besaran ke kota besar karena cost of living di perkotaan yang lebih rendah yaitu 0,17 persen,” ujarnya.
Lebih lanjut, untuk upah harian buruh konstruksi secara nominal dan riil masing-masing mengalami kenaikan sebesar 0,73 persen dan 0,56 persen. Dan rata-rata upah nominal per bulan buruh seluruh industri pada triwulan IV-2014 meningkat sebesar 1,11 persen dibanding triwulan III-2014 yaitu Rp2.153.400 menjadi Rp2.177.400.
Arief mengatakan hal ini tidak berpengaruh pada peningkatan kesejahteran buruh serta tidak dapat meningkatkan daya beli akibat inflasi yang tidak dapat ditekan oleh pemerintahan Jokowi.
Buruh justeru tidak mampu menyisihkan penghasilannya untuk menabung dan malah terlilit utang, dengan bunga rata-rata hingga 30 persen.
“Supaya Jokowi tidak nasakom lagi nilainya pada semester-semester berikutnya, Jokowi harus menganti tim ekonominya yang bisa diterima dan dipercaya pasar serta mampu memberantas mafia impor migas untuk menurunkan
biaya transportasi yang menjadi salah satu penyebab tingginya inflansi,” pungkasnya. @sita
0 comments:
Post a Comment