LENSAINDONESIA.COM: Keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tidak mau melantik Dirjen Imigrasi mendapat sorotan dari pakar hukum tata negara, Margarito Kamis.
Mantan Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara tersebut menilai, Laoly telah melampaui kewenanganya sebagai seorang Menteri. Kata Margarito, apa yang dilakukan Laoly dinilai bentuk pembangkangan terhadap presiden.
Baca juga: Menkumham jangan gantung jabatan Dirjen Imigrasi dan TNI dan Kemenkumham jalin kerjasama
“Tidak mau melantik Dirjen itu tindakan melampaui kewenangan. Itu mencampur adukkan kewenangan dan bertentangan dengan asas umum pemerintahan, asas legalitas dan kepatutan,” ujarnya saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (17/04/2015).
Sikap Yasonna Laoly tersebut, menurutnya, tidak dapat dibenarkan, lantaran dipamdang sudah tidak taat pada keputusan yang telah ditetapkan presiden.
Oleh karenanya, ia meminta Jokowi agar memberikan teguran keras kepada menteri asal PDI Perjuangan tersebut.
“Tindakan beliau salah. Menurut saya presiden harus menegur beliau, karena status dia sebagai pembantu presiden,” terangnya.
“Jadi harus diberi teguran, ringan hingga berat, tertulis ataupun langsung,” tambah Margarito.
Selain itu menurut Margarito, teguran tersebut penting dilakukan oleh Jokowi, sehingga Menkumham maupun menteri-menteri lainnya bisa tertib secara adminsitrasi pemerintahan.
Ketika ditanya, apakah ia tidak mau melantik karena ada intervensi dari partai politik tertentu, seperti PDI Perjuangan? Margarito tak mau berandai-andai.
“Saya tidak lihat dia itu PDIP atau apapun, yang jelas dia pembantu presiden,” jelasnya.
Menurut Margarito, dengan tidak mematuhi keputusan presiden, Yasonna dinilai telah melanggar UU Nomor5 tahun 85, UU Nomor 51 tahun 2009 dan UU Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. “UU itu mengikat. Yasonna dan Presiden harus tunduk pada UU,” terang Margarito.
Diberitakan sebelumnya bahwa Yasonna Laoly tidak mau melantik Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Sebaliknya, Yasonna bukannya melantik dirjen yang sudah diputuskan Presiden Jokowi sesuai Keppres, namun ia justru melantik Plt. Dirjen Imigrasi kembali untuk menggantikan pelaksana tugas Plt. sebelumnya. Dengan begitu, ada dua Plt Dirjen Imigrasi secara berurutan.
Menurut Margarito, adanya dua kali Plt secara beruntun itu mestinya tidak terjadi kalau Yasonna memahami dan menaati aturan dan UU.
“Masalahnya soal kepatutan. Kenapa sampai dua kali ada Plt, padahal pejabatnya sudah ada, tinggal dilantik, tapi kenapa masih angkat Plt,” ujarnya, mempertanyakan.
Hal senada diungkapkan Pemerhati Birokrasi Pemerintahan D Sentana mengatakan, ketika sebuah Keppres sudah dikeluarkan dan menteri terkait tidak melaksanakannya apalagi sampai berbulan-bulan, hal itu tidak hanya bisa dikategorikan sebagai pembangkangan menteri selaku pembantu Presiden kepada Presidennya.
“Bahkan itu sudah bisa dikategorikan penghinaan kepada keputusan Presiden dan melecehkan wibawa Presiden. Akankah menteri seperti ini terus dipertahankan,”
tegasnya.
Demikian juga, kata D Sentana, hal tersebut sudah merendahkan tim Pansel (Panitia Seleksi), tim TPA yang melibatkan beberapa petinggi Negara ini.
“Maka demikian, perlu diketahui, bahwa biasanya Keppres itu dikeluarkan melalui beberapa tahapan penting di TPA dan juga menteri lain yg membidangi
masing-masing. Alasannya, apa ya kok menteri bisa melawan keputusan Presidennya, ini bukan negara nenek moyang Yasonna lho,” pungkasnya.@yuanto
0 comments:
Post a Comment