LENSAINDONESIA.COM: Meskipun banyak pelaku begal jalanan dikeroyok dan dibakar massa, namun aksi para bandit ini terus saja terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, bahkan cenderung meningkat.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, mengatakan kesulitan ekonomi dan sempitnya lapangan kerja, membuat berbagai pihak tetap nekat melakukan kejahatan begal, walau ancaman kematian akibat dikeroyok massa selalu di depan mata.
Baca juga: Ditaruh di jok mobil, duit Rp200 juta digondol begal dan Polda Sulsel didesak limpahkan kasus La Nyalla Mattalitti ke kejaksaan
IPW mencatat, selama tiga bulan terakhir, yakni dari Januari hingga Maret 2015 ada 20 begal yang dikeroyok dan dibakar massa. Dari jumlah itu 11 begal tewas dan 9 luka berat. Sebagian besar begal yang tewas dan luka mengalami luka parah di bagian kepala. “Jateng menjadi daerah paling rawan aksi pengeroyokan begal jalanan, yakni ada lima kasus, empat diantaranya terjadi di Sukoharjo. Jabar menduduki posisi kedua dengan empat kasus. Lampung dan Jakarta dua kasus. Banten dan Sumsel satu kasus,” terang Neta S Pane dalam siaran persnya, Rabu (1/4/2015).
Sedangkan untuk usia pelaku begal jalanan yang dikeroyok tergolong produktif. Usia 17 sampai 40 tahun ada 15 orang, usia di atas 40 tahun ada 3 orang, dan usia 15 tahun ada 2 orang. Para begal ini tergolong sadis. Sebagian besar korban dibacok dan ditembak. “Mungkin karena itu massa tak segan-segan mengeroyok begal sampai mati,” sambung Neta S Pane.
Artinya, tindakan main hakim sendiri adalah wujud dari kekesalan masyarakat terhadap pelaku kriminal dan ketidakpuasan masyarakat terhadap proses hukum serta ketidakpercayaan pada aparat keamanan. “Makin banyaknya aksi kejahatan tentu akan makin memicu aksi main hakim sendiri. Padahal aksi main hakim sendiri ini merupakan tindak kriminal dan pelanggaran hukum,” jelas Ketua IPW ini.
Polisi sendiri sebenarnya sudah bekerja keras memberantas aksi kejahatan begal. Bahkan begal yang ditembak polisi cukup banyak. Lebih banyak dari yang dikeroyok massa. Dalam tiga bulan terakhir IPW mencatat, ada 43 begal yang ditembak polisi.
Sebanyak 14 di antaranya tewas dan 29 luka. “Jakarta Barat menjadi kawasan yang paling banyak penembakan pada begal, yakni ada 18 orang. Urutan kedua Bekasi, ada 8 begal yang ditembak, 6 diantaranya tewas,” ungkapnya.
Namun meskipun aksi pengeroyokan massa banyak terjadi dan polisi makin agresif melakukan penembakan, aksi begal jalanan masih saja marak. Dalam seminggu terakhir misalnya, hampir setiap hari di berbagai daerah aksi pembegalan masih terjadi. Sepertinya para begal belum juga jera.
“Kesulitan ekonomi, apalagi setelah harga-harga kebutuhan tidak terkendali, menjadi salah satu faktor kejahatan jalanan kian marak. Agaknya pemerintahan Presiden Jokowi perlu mencermati fenomena ini,” pungkasnya. @AL
0 comments:
Post a Comment