Sunday, February 23, 2014

Nah, ini testimoni Lesbi migran Hongkong

Nah, ini testimoni Lesbi migran Hongkong




Namanya sebut Lusi (samaran). Dia Migran dari Pulau Jawa. Bekerja ke Hongkong, karena kondisi ekonomi keluarganya hancur. Ayahnya terkena PHK, dan jatuh sakit. Ibunya cuma ibu rumah tangga. Sebagai sulung dari tiga bersaudara, kuliah Lusi drop out semester dua. Berikut testimoni –disajikan gaya bertutur– Lusi terjerat gaya hidup lesbi di Hongkong.

====================================


NIATKU bekerja ke Hong Kong, karena ingin gaji cukup buat bantu orang tua dan adik-adikku. Prosesnya lancar, sampai aku bisa kerja di Hongkong.


Baca juga: Peti mati TKI dibuang ke laut, ditemukan setelah 4 hari dan Perlindungan setengah hati bagi pekerja migran


Selama kontrak kerja (dua tahun), aku bisa nabung, dan mengirim ke orang tua. Gajiku HK$2000. Dua tahun menjalani kontrak kerja ini, aku fun fun aja. Sampai akhirnya happy end.


Kontak kerja berikutnya (juga dua tahun), aku dapat bos baru di Shatin. Tidak kusangka membawaku terperosok ke prilaku yang bagiku masih sangat asing.


Job-ku merawat pasangan pasangan manula sebuah keluarga ekonomi menengah untuk ukuran Hongkong. Di keluarga ini, sangat disiplin ketat. Sehari-hari, aku bekerja hanya diberi waktu istirahat menjelang senja. Biasanya aku manfaatkan untuk refreshing jalan-jalan.


Hari menginjak sore. Udara Shatin dingin karena rada bersalju. Usai kerja, aku jalan-jalan di suatu taman. Di sini, ada gadis migran sebut Katrin berkenalan denganku. Aku dan dia lagsung akrab. Kami cocok saling Curhat.


Setelah pertemuan itu, aku dan Katrin sering bertemu. Sampai-sampai kalau tidak bertamu Katrin sehari, rasanya be-te. Entah, seperti ada perasaan lain setiap bersama Katrin. Dia bersikap sangat menyayangiku, pernuh perhatian. Awalnya, aku bingung. Setiap bareng Katrin, rasanya seperti bersama cowok. Gelagat Katrin kadang memang mirip cowok. Maklum, aku belum pernah ngerasain bagaimana pacaran dengan cowok.


Semula perasaan ini setiap selesai bertemu Katrin, selalu diliputi rasa bersalah, berdosa. Tapi, bila sudah bertemua Katrin, rasa bersala sirna. Sampai akhirnya, suatu malam, Katrin nembak aku. Aku tidak kuasa menolak, soalnya aku merasa seperti jatuh cinta padanya. Sejak itu, aku semakin sadar kalau menjalani hubungan lesbi bersama Katrin.


Aku pun mulai banyak mengenal dunia lesbi. Juka semakin tahu ternyata tidak sedikit migran yang menjalani lesbi seperti aku dan Katrin. Malahan, ada yang gonta-ganti pacar. Aku juga bertambah tahu dari cerita-cerita sesama lesbi, kalau di kota-kota besar di Indonesia, lesbi sudah jadi tren. Jadi gaya hidup.


Ada yang lesbi beneran, ada yang lesbi karena ikut-ikutan tren.Seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, prilaku lesbi, atau yang disebut belok, koleb, fhem, butchy atau andro tidak asing. Cuma, orang umum tidak banyak yang tahu. Kadang, muncul rasa khawatir jangan-jangan adikku di Indonesia terjerat tren itu. Soalnya, adikku sudah lulus SMU dan kabarnya kerja jadi sales promotion girl.


Ringkasnya, aku dan Katrin larut bersenang-senang. Aku jadi boros. Uang tabunganku pun ludes. Kadang, uang yang harus kukirim ke keluarga juga tinggal separuh. Tengah malam, aku suka nangis, merasa berdosa kenapa bisa jadi begini. Tapi, kalau sudah bersama Katrin, lagi-lagi jadi lupa semua. Enjoy, tidak ada penyesalan.


Kontrak kerja keduaku pun berakhir. Rasanya ingin pulang dan mengakhiri berhubungan lesbi dengan Katrin. Soalnya, sudah dua kali kontrak aku tidak pernah pulang. Tapi, aku tidak punya uang simpanan. Akhirnya, aku memutuskan cari bos baru, dan buat kontrak kerja lagi.


Minggu siang. Aku menikmati liburan sendiri. Kebetulan Katrin tidak libur. Sudah seminggu, aku berhari-hari galau, merasa berdosa besar dan ingin bertobat. Pikiran ini muncul setelah kejadian Katrin menghajarku sampai bibirku sobek dan mengeluarkan darah. Ini gara-gara dia memergoki memori chat-ku dengan lesbi lain di BBM-ku.


Akibat bibirku sobek itu, aku sempat ke rumah sakit. Di rumah sakit, ada seorang wanita muslim mengenakan kerudung ijab. Entah, wanita itu saat melihat bibirku berdarah, dia melepas ijabnya dan memberikan kepadaku. Sepulang dari rumah sakit, ijab itu aku pakai. Sejak itu penampilanku berubah santun. Aku mulai rajin salat. Hampir tiap malam aku menangis memohon ampunan-Nya.


Karena hari Minggu itu, aku menikmati hari libur tanpa Katrin. Aku pun memilih nongkrong di Warnet. Aku habiskan waktuku dengan membuka situs-situs agama. Logikaku semakin terbuka bahwa aku sudah tersesat jauh. Air mataku terus meleleh. Aku bersyukur dipertemukan dengan wanita yang memberiku ijab. Diberi kesempatan bertobat.


Sejak itu, setiap libur Minggu, aku manfaatkan pergi ke masjid. Mengaji dan merenung. Kalau sudah begini, aku tak kuasa membendung air mata. Aku hanya bisa memohon ampunan-Nya. Aku sudah berdosa besar, karena berjalan ke arah sesat. kalau saja kedua orang tuaku tahu, tentu aku sangat menyakiti mereka, juga adik-adikku.


Hanya karena ridlo-Nya, aku diberi kesempatan bertobat dan dapat mengenakan ijab dan berbusana santun. Katrin hanya sekali menemuiku. Begitu tahu aku mengenakan busana Muslimah dan berijab, dia lebih banyak diam. Bertemu pun sebentar, dan pergi. Sejak itu, dia tidak pernah menemuiku lagi. Terima kasih ya, Allah. (Adaptasi Fitria dari penuturan berbagai sumber)


alexa ComScore Quantcast

Google Analytics NOscript

0 comments:

Post a Comment